FacebookInstagramTwitterLinkedInYouTubeTikTok
Membuat Biodiesel Secara Mandiri

Membuat Biodiesel Secara Mandiri

20 Januari 2015

PTBA Twitter Share PTBA Facebook Share
Membuat Biodiesel Secara Mandiri

Bahan bakar diesel selain  berasal dari petrokimia juga dapat disintesis dari esler asam lemak yang berasal dari minyak nabati. Bahan hakar dari minyak nabati (biodiesel) dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan. tidak mencemari udara. mudah terbiodegradasi, dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui.

Biodiesel merupakan bahan bakar teroksigenasi (oxigenaled fuel), berbahan baku minyak nabati atau temak hewani yang diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak dan trans esterifikasi trigliserida.  Sebagai bahan bakar nabati, biodiesel dapat dibuat dari bahan baku minyak kelapa sawit,  minyak jarak pagar, dan minyak kedelai. Namun berdasarkan kuantitas dan pengembangan produksi, pembuatan biodieset dengan bahan baku minyak ketapasawit lebih potensial karena infrastruktur dan suprastruktunya sudah tersedia di Indonesia di samping produktivitas biodiesel dari minyak kelapa sawit jauh lebih baik dibandingkan dengan minyak jarak dan kedelai.

Karena berasal dari kelapa sawit, sudah tentu bahan bakar biodiesel ini dijamin ramah lingkungan. Tak hanya itu,  teknologi pengolahan minyak kelapa sawit menjadi biodiesel ini tidaklah sulit. Dapat dikatakan, semua orang bisa membuat produk ini.

Pada umumnya biodiesel sintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit  merupakan satah salu jenis minyak nabati yang men-gandung asam lemak dengan rantai karhon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai hahan baku biodiesel.

Pembuatan biodiesel melalui proses trans esterifikasi dua tahap. dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,  tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya pertu dilakukan esterifikasi.

Proses trans esterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan minyak sawit.  Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58-65°C. Bahan yang pertamakati dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan .

Reaktor trans esterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk.  Selama proses pemanasan,  pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63°C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi akan ter-bentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%.  SeLanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan metil ester.

 Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih hesar daripada metil ester. Gliserol kemudian diketuarkan dari reaklor agar tidak mengganggu proses transeslerifikasi II.

Setelah  proses transesterifikasi II selesai dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada pengendapan I karena gliserolyang terbentuk relatif sedikit dan akan larut  melalui proses pencucian.

Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk meng hiLangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian ditakukan pada suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi norrnat (pH 6.8-7.2).

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C.. Pengeringan di-lakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekhar 95°C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.

 Tahap akhir dari proses pembuatan hiodiesel adalah filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan partiket-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari  dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10 .

Bila pada bahan bakar bensin kita mengenal angka oktan tingkat pembakaran, maka dalam bahan bakar diesel dikenal dengan cetane number (CN). Makin tinggi nilai CN maka makin cepat pembakarannya dan mesin pun bekerja optimal.

Pada biodiesel kandungan CN-nya mampu lehih tinggi dibandingkan nilai CH pada hahan hakar diesel umumnya yang benilai  CN sehesar 50,  sementara CN yang dihasilkan biodiesel hingga ke level 64. (Berbagai sumber)