Seluruh aktivitas Perseroan didahului dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Hal itu penting dilakukan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan yang dapat terjadi dan menyusun rencana untuk memantau dan mengelola dampak tersebut. Sesuai dengan sifat dan skala kegiatan yang akan dilakukan dan ketentuan yang berlaku, terdapat dokumen lingkungan berupa AMDAL dan RKL/RPL untuk kegiatan yang lebih luas dan dampak lebih signifikan, serta dokumen UKL/UPL untuk kegiatan usaha dengan skala dampak yang lebih kecil.
Dalam penyusunan analisis ini, Perseroan melakukan konsultasi dengan masyarakat untuk mencari titik temu cara mengelola potensi dampak lingkungan dan dampak sosial yang dapat timbul dari kegiatan yang akan dilakukan. Pada 2018, terdapat 30 dokumen lingkungan yang disusun Perseroan dan 2 kali konsultasi dengan masyarakat/public hearing Dokumen Rencana Penutupan Tambang (RPT) IUP OP Batuan dan IUP UPO. Dokumen lingkungan menjadi acuan minimal pada waktu PTBA menjalankan operasinya.
Untuk proses pembebasan lahan, Perseroan menetapkan Prosedur Operasi Standar dalam Tata Laksana Pengadaan No Dok: BAMSP:PATB:7.2.1:01; No Rev 1. Prosedur ini diatur bahwa musyawarah dengan pemangku kepentingan terkait dilakukan untuk memperoleh kesepakatan nilai ganti kerugian dan penyelesaian sengketa lahan. Jika musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka proses ini dilakukan melalui proses hukum dengan mediasi pemerintah.
Dalam seluruh proses, Perseroan berupaya untuk meminimalkan konflik dan memitigasi risiko pelanggaran hak asasi manusia melalui kerja sama dengan pihak independen untuk memantau dan melaporkan jika terdapat indikasi pelanggaran. Melalui pemantau independen ini, anggota masyarakat dapat melaporkan apabila terjadi pelanggaran dalam proses pembebasan lahan untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Pengelola Aset, Layanan Umum, Balitas dan Pengadaan Tanah. Seluruh upaya ini membuahkan hasil berupa tidak terjadinya konflik pelanggaran hukum maupun hak asasi manusia terkait dengan pembebasan lahan. Seluruh proses pun dijalankan dengan damai, disaksikan oleh pemangku kepentingan dan didokumentasikan secara resmi.
Green Mining Perseroan dimulai dengan perencanaan tambang yang seksama, yang memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal. Perencanaan tambang memiliki tujuan akhir menata pasca-tambang, bukan sekedar memperoleh batubara sebesar-besarnya. Untuk mencapai visi “Perusahaan Energi Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan”, Perseroan menetapkan 10 program pengelolaan lingkungan yang menjadi acuan pada perencanaan setiap tahapan penambangan, yaitu:
Dengan berpatokan ‘Menambang adalah bagian dari rencana Penutupan Tambang’, maka Perseroan menjadikan pascatambang sebagai bagian terintegrasi dari perencanaan penambangan. Untuk keperluan perencanaan ini, Perseroan telah memiliki rencana reklamasi yang menyeluruh meliputi Dokumen Rencana Lingkungan Tahunan dan 5 Tahunan, Dokumen Jaminan Reklamasi, Dokumen Rencana Penutupan Tambang. Dokumen ini merupakan dokumen perusahaan yang wajib dibuat berdasarkan regulasi yang berlaku.
Sebagai perusahaan pertambangan batu bara yang memanfaatkan sumber daya alam, tentunya PTBA memiliki tanggung jawab yang lebih besar atas kelestarian alam. Dengan demikian PTBA berkomitmen tinggi untuk melaksanakan praktik penambangan yang baik yakni melalui metode selective mining. Metode ini merupakan sebuah metode yang melakukan survei atau peninjauan lahan terlebih dahulu secara matang dengan perhitungan geologi tertentu untuk menentukan lahan yang akan digunakan memiliki cadangan ekonomis sehingga dapat meminimalkan penggunaan lahan yang diganggu. Selain itu, selective mining juga meminimalkan konsumsi emisi karena tidak dilakukan pembukaan lahan yang luas. Selanjutnya setelah menentukan lahan yang tepat, perusahaan melakukan metode backfilling yakni mengambil dan menyimpan lapisan tanah paling atas dari lahan yang baru dibuka atau tanah pucuk dan menyimpannya di tempat penimbunan tersendiri (stok tanah pucuk). Pada tahun 2020, total pengambilan tanah pucuk mencapai 1.110.266 bcm.
Untuk memastikan dan meningkatkan pemahaman karyawan akan isu-isu lingkungan dan praktik penambangan yang baik, Perusahaan berupaya melakukan komunikasi dan pelatihan kepada para karyawan. Selama tahun 2020, telah dilaksanakan beberapa pelatihan terkait CSR dan topik yang berkaitan dengan lingkungan, sebagai berikut:
Dalam melakukan kegiatan produksi pertambangan, Perseroan tidak melakukan pengolahan pada batubara yang dihasilkan sehingga tidak menggunakan material bahan baku lain maupun bahan penolong untuk menghasilkan produk selain batubara itu sendiri. Batubara dari penambangan sebagian besar dikirim ke pengguna melalui kereta dan angkutan laut. Material yang dikonsumsi Perseroan umumnya adalah bahan-bahan pendukung kegiatan operasional pertambangan, pelabuhan batubara, dan kegiatan kantor dan domestik.
Sebagai pedoman pelaksanaan efisiensi energi, Perseroan telah menetapkan Kebijakan Sumber Daya Efisiensi Energi Listrik dan BBM. Terkait hal ini, Perseroan memiliki Manager Energi yang telah tersertifikasi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)/LSP-HAKE, yang didukung organisasi dan sumber daya manusia yang kompeten dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Perseroan juga telah memiliki rencana strategis dengan sasaran dan jadwal yang jelas sebagai dasar pelaksanaan efisiensi energi, dan dilakukan pemantauan dalam pelaksanaannya dengan melakukan audit energi secara internal dan eksternal.
Untuk mengurangi ketergantungan Perseroan pada listrik dari jaringan PLN, Perseroan mulai mengoperasikan listrik dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Tanjung Enim berkapasitas 3x10 MW. Operasi pembangkit Mulut Tambang ini, selain mengurangi konsumsi listrik dari jaringan, juga mengurangi beban penggunaan listrik bagi publik.
Di Tahun 2018 PTBA UPTE berhasil mengimplementasikan Program Elektrifikasi dengan pemanfaatan 7 (tujuh) unit Shovel Electric dan 40 (empat puluh) unit Hybrid Dump Truck dengan capaian nilai penghematan energi sebesar 218.255,59 GJoule yang berarti juga terjadi penurunan Emisi Gas Rumah Kaca sebesar 9.782,58 Ton CO2e.
Perseroan berkomitmen untuk menggunakan air secara bijak dan menjaga keberlangsungan sumbernya. Oleh karena itu Perseroan meminimalisasi/tidak mengambil air dari sumber tanah. Komitmen ini sangat penting karena dengan tidak mengambil air dari sumber tanah, Perseroan turut berkontribusi menjaga lingkungan dengan tidak menurunkan tinggi muka air, tidak mengurangi volume air yang tersedia dan tidak mengubah kemampuan fungsi ekosistem.
Air Asam Tambang (AAT) adalah fenomena alamiah, dimana batuan yang mengandung belerang (batuan yang bersifat asam) teroksidasi pada udara terbuka, dan jika terkena air aka menjadi air yang bersifat asam. PTBA memliki konsepsi pengelolaan air tambang yang holistik, diawali dengan penyelidikan geokimia batuan melalui pemodelan sehingga memudahkan dalam karakterisasi batuan dengan kategori PAF (Potencial Acid Forming) dan NAF (Non Acid Forming). Penanganan material PAF & NAF dilakukan secara sistematis di area timbunan, sehingga dapat dipastikan potensi terbentuknya air asam yang disebabkan oksidasi PAF tidak terjadi. Hal tersebut merupakan upaya mitigasi/ pencegahan pembentukan air asam tambang di area timbunan. Perseroan memiliki prosedur spesifik, yang mengatur pembuangan Batuan yang Bersifat Asam dan Air Asam Tambang. Tujuan pengelolaan keduanya adalah agar air yang keluar dari kawasan penambangan memenuhi kualitas baku mutu lingkungan hidup.
Tanah pucuk diambil seluruhnya dengan hati-hati dengan alat berat dan ditimbun di lokasi penimbunan tanah pucuk (top soil bank). Tanah pucuk di lokasi penimbunan dipelihara dari erosi dan kerusakan dengan penanaman cover crop. Di areal reklamasi yang telah selesai dibentuk dengan penataan lahan. Tanah pucuk tadi dihamparkan kembali setelah 50 cm. Dengan demikian lahan reklamasi tadi siap ditanami untuk proses revegetasi dan rehabilitasi. Selain itu terdapat juga batuan penutup yang merupakan lapisan tanah antara tanah pucuk dan lapisan batubara yang dipindahkan dari lokasi penambangan untuk ditimbun di luar lubang tambang dan ke dalam lubang tambang di areal yang sudah sudah selesai ditambang. Tanah penutup yang diperkirakan bersifat asam (potentially acid formation) diperlakukan secara khusus sesuai Prosedur Operasi Standar Perseroan. Tanah penutup jenis ini ditimbun di areal yang khusus dipersiapkan dan dilakukan pengapuran sehingga tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Kegiatan Reklamasi dan Revegetasi PTBA
Selain penanaman tanaman, Perseroan mengalokasikan sebagian lahan bekas tambang di Tambang Air Laya untuk dipergunakan menjadi areal tambak ikan dengan tujuan mendukung ketahanan pangan. Kini luas lahan tambak yang diusahakan oleh 25 binaan mencapai 2,5 ha. Pada 2018, hasil produksi ikan dari tambak ini berupa Ikan Lele 22.000 Kg (22Ton), Patin 10.000kg (10 Ton), Nila 5.400 kg (5,4 Ton), Gurami 600kg (0,6 Ton) dengan total penjualan sebesar Rp684.000.000.
Perseroan memberikan nilai tambah pada kegiatan reklamasi dan revegetasi dengan melakukan rehabilitasi dan penghijauan Daerah Aliran Sungai pada areal seluas 3.660 ha. Areal ini merupakan bagian dari hulu Sungai Musi. Aliran sungai ini merupakan tumpuan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai untuk mendukung kehidupan dan irigasi pertanian. Sungai Musi adalah sungai terpanjang di Pulau Sumatera, airnya bersumber dari Sembilan sungai sehingga mendapat sebutan Batanghari Sembilan, Palembang. Tiga sungai yang bermuara di Sungai Musi, yaitu Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Ogan, berada di kawasan rehabilitasi DAS yang dilaksanakan oleh Perseroan.
Rehabilitasi DAS yang dilaksanakan Perseroan merupakan amanat Kementerian Kehutanan sebagai bagian dari Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat. Untuk ini, Perseroan telah mendapatkan izin lokasi Rehabilitasi DAS yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan Nomor SK.2625/Menhut-V/RHL/2012 tanggal 14 Mei 2012 tentang Penetapan Lokasi Penanaman dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Atas Nama PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
Lahan bekas tambang yang telah selesai direklamasi dan revegetasi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, selain untuk hutan tanaman. Pada lahan bekas tambang yang berdekatan dengan Tanjung Enim, Perseroan membangun Hutan Kota seluas 50 ha. Hutan Kota ini dibangun untuk memenuhi dua tujuan hutan kota, yaitu Tipe Rekreasi dan Tipe Pelestarian Plasma Nutfah. Fasilitas yang dibangun di Hutan Kota Tanjung Enim ini adalah sarana wisata water park dan hutan rekreasi, dan sebagian lainnya untuk hutan buatan. Hutan Pendidikan merupakan inisiatif Perseroan untuk bentuk pemanfaatan lahan bekas tambang yang telah direklamasi. Luas hutan pendidikan ini mencakup total 100 ha di lahan bekas Tambang Air Laya, 60 ha terletak di areal timbunan Endikat, dan 40 ha terletak di areal timbunan MTS.
Fungsi Hutan Pendidikan ini adalah:
Pada Hutan Pendidikan telah dilakukan pengambilan sumber benih untuk pembibitan dan revegetasi dari lokasi Bank Benih di dalam kawasan Hutan Pendidikan.
Perseroan berkomitmen untuk mengembangkan areal yang Sudah selesai ditambang untuk dikelola secara bertanggung jawab melalui kegiatan reklamasi, revegetasi dan pasca tambang. Perseroan melakukan amanat ini sesuai dengan peraturan perundangan dan mengikutsertakan pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. Tujuan pasca tambang adalah menciptakan manfaat dari lahan bekas tambang untuk berbagai tujuan bagi pemangku kepentingan Perseroan.
Sawahlunto adalah salah satu lahan bekas tambang yang kini berkembang menjadi satu-satunya kawasan wisata pertambangan di Indonesia. Pencapaian ini merupakan buah kerja keras Pemerintah Daerah dan bagian dari pelaksanaan tanggung jawab Perseroan untuk mengelola pasca tambang.
Kota ini semakin banyak dikunjungi wisatawan untuk melihat peninggalan-peninggalan aktivitas penambangan batubara, termasuk kantor-kantor dan aset Perseroan yang dibangun pada masa Hindia Belanda. Sawahlunto bahkan kini menjadi tuan rumah berbagai festival internasional tahunan seperti Tour de Singkarak (2012) dan Sumatera International Music Festival (2013) yang dihadiri tamu dari mancanegara.
Sejalan dengan rencana Kota Sawahlunto, lahan bekas tambang seluas 92 ha dibangun oleh Perseroan menjadi fasilitas wisata bagi masyarakat. Di dalamnya dibangun Taman Satwa Kandi, Wisata Danau Kandi dan Danau Tanah Hitam, Arena Pacuan Kuda, Arena Balap Motor, Istal Kuda dan Peternakan Sapi. Pada areal ini, lahan pasca tambang PTBA UPO dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Seluruh areal pasca tambang PTBA UPO telah diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah Sawahlunto sejak 2008.Sejalan dengan rencana Kota Sawahlunto, lahan bekas tambang seluas 92 ha dibangun oleh Perseroan menjadi fasilitas wisata bagi masyarakat. Di dalamnya dibangun Taman Satwa Kandi, Wisata Danau Kandi dan Danau Tanah Hitam, Arena Pacuan Kuda, Arena Balap Motor, Istal Kuda dan Peternakan Sapi. Pada areal ini, lahan pasca tambang PTBA UPO dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Seluruh areal pasca tambang PTBA UPO telah diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah Sawahlunto sejak 2008.
Sawahlunto ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO dengan nama "Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto". Penetapan Sawahlunto menjadi situs warisan dunia ini ditetapkan pada Sabtu, 6 Juli 2019. Ini merupakan buah manis dari upaya yang ditempuh PT Bukit Asam Tbk bersama pemerintah dan Dirjen Kebudayaan.