FacebookInstagramTwitterLinkedInYouTubeTikTok
Bukit Asam Berkelanjutan

Bukit Asam Berkelanjutan

24 Mei 2021

PTBA Twitter Share PTBA Facebook Share
Bukit Asam Berkelanjutan

BUKIT ASAM akan melekatkan value bagi batu bara yang diproduksinya.Stategi untuk menjawab tantangan zaman. Boleh-boleh saja orang menyebutkan industri batu bara sudah pada posisi sunset. Artinya, industri sudah mencapai puncak kulminasinya. Tapi, tidak berarti itu akan membuat Bukit Asam hanya sekadar bagian sejarah dari industri pertambangan batu bara di Indonesia. “Kita adalah perusahaan yang going concern. Artinya, Bukit Asam akan hidup terus dalam waktu yang tak terbatas,” kata Suryo Eko Hadianto, Direktur Utama Bukit Asam. 

Ketegasan Suryo Eko Hadianto, yang belum genap sebulan menduduki posisinya sekarang tidak mengada-ada. Tengok data statistik dari Statista. Pada 2021, jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih sangat banyak. Di Cina Daratan ada 1.082 PLTU, diikuti India, Amerika Serikat, Jepang, Rusia dan Indonesia, masing-masing memiliki 281, 252, 87, 85 dan 77 PLTU. Statista adalah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam pasar dan data konsumen. Perusahaan ini menyebutkan platformnya berisi lebih dari 1.000.000 statistik pada lebih dari 80.000 topik dari lebih dari 22.500 sumber dan 170 industri yang berbeda.

“Kita masih sangat membutuhkan sumber energi murah. Dan, itu adalah batu bara,” kata Suryo Eko Hadianto.

Memang, dalam tahun-tahun belakangan tantangan untuk batu bara cukup berat. Kampanye energi bersih secara masif dari para pendukung energi bersih telah menggerus pasar bahan bakar fosil, termasuk batu bara. Kemudian, pageblug Covid-19 dalam dua tahun terakhir juga semakin menekan pasar batu bara. Tapi, itu tadi, apa pun situasinya, dunia masih membutuhkan energi murah.

Seperti kata penyair John Milton, every cloud has a silver lining selalu ada situasi yang menguntung dalam setiap kondisi yang tidak menyenangkan. Tengok saja, saat ini Indonesia tengah memasuki masa pemulihan ekonomi, meskipun masih terdapat kontraksi di kuartal pertama ini. Tetapi, secara keseluruhan lebih baik dibanding kuartal terakhir tahun lalu. Pemerintah juga memiliki sejumlah program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti percepatan stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kondisi ini justru menjadi sinyal positif bagi Bukit Asam untuk meningkatkan kinerja. Kinerja dan performa Bukit Asam di kuartal I masih tercatat positif dengan mencatat laba Rp 500,5 miliar. Kemudian, Bukit Asam tentu terus berupaya melakukan langkah-langkah efisiensi selama masa pandemi, hal ini tercermin pada biaya administrasi dan umum yang turun 19 persen dibanding kuartal I 2020. Langkah-langkah efisiensi yang dilakukan pun tak menghambat perusahaan untuk tetap tumbuh.

Jumlah total aset perseroan meningkat 2 persen hanya dalam tiga bulan, dari Rp 24,1 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 24,5 triliun pada akhir kuartal I Tahun 2021. Peningkatan aset ini selaras dengan penurunan liabilitas dari Rp 7,1 triliun pada akhir pada tahun 2020 menjadi Rp 6,9 triliun pada akhir kuartal I 2021. Sejumlah sinyal positif ini, disertai dengan mulai naiknya harga batu bara, justru membuat Bukit Asam optimis dengan kinerja di tahun ini.

Berita bagusnya lagi, pemerintah bahkan menaikkan target produksi batu bara nasional untuk tahun ini dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton. Tentunya, ini merupakan peluang besar bagi perusahaan, Bukit Asam juga ikut meningkatkan produksi di tahun ini minimal 30 juta ton. “Bahkan, bisa didorong sampai 36 juta ton,” kata Suryo Eko Hadianto.

Menurut Suryo Eko Hadianto, permintaan batu bara di pasar domestik saat ini sudah membaik, bahkan Bukit Asam sudah mendapatkan pelanggan baru di pasar domestik yang berasal dari pabrik pemurnian (smelter) alumina di Pulau Bintan. Kemudian, dia menambahkan alokasi batu bara untuk ekspor sudah terpesan semua. Ibarat toko, ini sudah diburu pembeli. “Bukit Asam cukup duduk manis dan membuat strategi bagaimana meningkatkan nilai tawar untuk dapat harga yang terbaik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Suryo menyebutkan Bukit Asam juga berencana untuk ekspansi pasar, di antaranya ke Filipina karena memang jaraknya dekat dan memberikan value yang bagus untuk Bukit Asam. “Penjualan ke Filipina ini naik signifikan dibanding tahun lalu, bahkan Filipina kini masuk sebagai pasar ke-4 besar PTBA. Bisa dilihat di laporan keuangan kami, penjualan ke Filipina naik hingga 397 persen di kuartal perama tahun ini disbanding kuartal 1 tahun lalu,” ujarnya.

Hanya saja, kondisi pasar yang membaik saat ini tidak membuat Bukit Asam lengah terhadap tuntutan dunia yang semakin kuat akan penggunaan energi bersih, atau energi baru terbarukan (EBT). “Bukit Asam harus bisa menjawab tantangan zaman. Dunia semakin peduli pada isu lingkungan Oleh karena itu, Bukit Asam akan masuk juga ke dalam sektor EBT untuk mewujudkan salah satu visinya,” Suryo Eko Hadianto menegaskan.

“Bukit Asam akan ter-branded bukan hanya sebagai perusahaan batu bara, tetapi merupakan perusahaan energi yang green, ada tanggung jawab penuh dedikasi terhadap pengembangan EBT,” kata Suryo Eko Hadianto. “ Ini bukan sekadar wacana. Kita sudah mulai menggarap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS),” dia menjelaskan. “Batu bara Bukit Asam tidak dijual sebagai batu bara saja, tapi ada value pada lingkungan hidup. Ini strategi kita menghadapi pasar terkait dengan isu lingkungan dan kegiatan penambangan.”

Suryo Eko Hadianto menjelaskan Bukit Asam terus menggulirkan proyek hilirisasi. Proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 8 misalnya, kemajuannya sudah mencapai 75,6 persen%. “Proyek prestisius senilai US$ 1,6 miliar ini direncanakan akan beroperasi pada Maret 2022. Nantinya, PLTU yang merupakan bagian dari program listrik 35.000 (MW) ini akan menyerap sekitar 5,4 juta ton batu bara produksi Bukit Asam.”

Bukit Asam juga berencana menggarap proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di lahan pasca tambang milik perusahaan yang berada di Ombilin, Sumatera Barat, dan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Masing-masing lahan bekas tambang akan terpasang PLTS dengan kapasitas mencapai 200 MW. “Saat ini, PLTS sedang dalam tahap pembahasan dengan PLN untuk bisa menjadi independent power producer (IPP),” kata Suryo Eko Hadianto.

Menurut Suryo Eko Hadianto, salah satu alasan dipilihnya segmen PLTS adalah karena Bukit Asam sudah memiliki lahan bekas tambang yang bisa dimanfaatkan, Tentu hal ini bisa mengurangi biaya lahan karena PLTS membutuhkan lahan yang cukup luas. “Area bekas tambang ini harus optimal manfaatnya, karena biaya pembebasan lahan cukup mahal bagi perusahaan lain yang ingin masuk ke segmen PLTS. Namun, tidak ada cost lahan bagi PTBA. Ini salah satu strategi kenapa PLTS yang dipilih,” ungkapnya.

Selain itu, proyek gasifikasi yang mengubah batubara menjadi dimethyl ether (DME) juga terus berjalan. Cooperation agreement antara PTBA, PT Pertamina, dan Air Products Chemical Inc juga sudah ditandatangani pada 11 Februari 2021 dan saat ini para pihak sedang dalam proses penyelesaian agreement yang lain. Nantinya, proyek ini akan membantu pemerintah dalam mengurangi import liquefied petroleum gas (LPG). Sebagai informasi, Bukit Asam memiliki cadangan batu bara tertambang sebesar 3,33 miliar ton dan sumber daya sebesar 8,17 miliar ton. Selain menggenjot produksi dan penjualan, ketersediaan batu bara ini juga menjamin diversifikasi bisnis melalui hilirisasi batu bara.

“Saya sangat yakin insan Bukit Asam akan mampu menjawab tantangan zaman. Saya meyakini bahwa Insan Bukit Asam memiliki integritas dan kemauan untuk bekerja yang tinggi,” kata Suryo Eko Hadianto. ■

Sumber: Majalah Beyond Coal Mei 2021